November 2020

 

KH Miftachul Akhyar ( Ketua Umum MUI Pusat Periode 2020 - 2025 )

KH Miftachul Akhyar tentu saja bukan nama baru di kalangan NU. Terutama Nahdliyin dan kalangan pesantren Jawa Timur. Ia lahir dari tradisi dan melakukan pengabdian di NU sejak usia muda. Tak heran kemudian hari ini mengemban puncak kepemimpinan NU, sebagai Penjabat Rais Aam.   
 
Kiai Miftah adalah Pengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah Surabaya. Ia adalah putra Pengasuh Pondok Pesantren Tahsinul Akhlaq Rangkah KH Abdul Ghoni. Ia lahir tahun 1953, anak kesembilan dari 13 bersaudara.

   Di NU ia pernah menjabat sebagai :

- Rais Syuriyah PCNU Surabaya 2000-2005,

- Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur 2007-2013, 2013-2018 dan

- Wakil Rais Aam PBNU 2015-2020 yang selanjutnya didaulat sebagai

- Pj. Rais Aam PBNU 2018-2020, di Gedung PBNU, Sabtu (22/9). 

 Menurut catatan PW LTNNU Jatim Ahmad Karomi, genealogi keilmuan KH Miftachul Akhyar tidak diragukan lagi. Ia tercatat pernah nyantri di :

 - Pondok Pesantren Tambak Beras,

 - Pondok Pesantren Sidogiri (Jawa Timur),

 - Pondok Pesantren Lasem Jawa Tengah, dan

 - mengikuti Majelis Ta'lim Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Makki Al- Maliki di Malang, tepatnya ketika Sayyid Muhammad masih mengajar di Indonesia.

Masih menurut Karomi, penguasaan ilmu agama KH Miftachul Akhyar ini membuat kagum Syekh Masduki Lasem sehingga ia diambil menantu oleh oleh kiai yang terhitung sebagai mutakharrijin (alumnus) istimewa di Pondok Pesantren Tremas. 
 
Kemudian KH Miftachul Akhyar mendirikan Pondok Miftachus Sunnah di Kedung Tarukan mulai dari nol. Awalnya ia hanya berniat mendiami rumah sang kakek, tetapi setelah melihat fenomena pentingnya "nilai religius" di tengah masyarakat setempat, maka mulailah beliau membuka pengajian. Apa sebab? “Konon, kampung Kedung Tarukan terkenal sejak lama menjadi daerah yang tidak ramah pada dakwah para ulama. Namun berkat akhlak dan ketinggian ilmu yang dimiliki KH Miftachul Akhyar, beliau berhasil mengubah kesan negatif itu sehingga kampung yang "gelap" menjadi "terang dan sejuk" seperti saat ini dalam waktu yang relatif singkat,” tulis Karomi.

Kesederhanaan KH. Miftachul Akhyar, menurut Karomi, yang terekam dengan jelas adalah bentuk penghormatan terhadap tamu. Kiai Miftah tidak segan-segan menuangkan wedang dan menyajikan cemilan kepada tamunya.

 “Akhlak ini beliau dapat dari ayahandanya, KH Abdul Ghoni,” lanjut Karomi.

   Karomi mengutip penuturan Gus Tajul Mafakhir, bahwa ayah KH Miftachul Akhyar merupakan karib KH M. Usman al-Ishaqi Sawahpulo saat sama-sama nyantri kepada Kiai Romli di Rejoso, Jombang.

   Terlebih lagi saat sang ayah nyantri kepada Kiai Dahlan Ahyad Kebondalem sang pendiri MIAI dan Taswirul Afkar. “Tepatlah kiranya pepatah mengatakan: "buah jatuh tidak jauh dari pohonnya".

Sumber : HWMI

 

 

Ahlussunnah wal Jama’ah adalah satu golongan yang mengikuti sunnah Nabi dan para sahabat, terutama para khulafaurrasyidin. Hal itu sesuai dengan hadits Nabi:

“Hendaklah kalian berpegang kepada sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin sesudahku.”

 Tentu saja berpegang kepada sunnah Rasulullah dan sunnah para sahabat itu juga berpegang kepada Al-Qur’an. Bukankah akhlak Nabi itu adalah Al Qur’an?

Yang disebut khulafaur rasyidin adalah empat khalifah pengganti Rasulullah, yaitu : 

1. Abu Bakar Shidiq 

2. Umar bin Khathab 

3. Utsman bin Affan

 4. Ali bin Abi Thalib 

Jadi berdasarkan hadits, mengikuti keempat khalifah ini termasuk juga mengikuti perintah Rasulullah SAW. Nash dan akal memiliki kedudukan yang penting dalam ajaran agama Islam. Baik nash dan akal keduanya adalah pemberian Allah untuk manusia agar manusia tersebut mengenal-Nya. 

Inti aqidah ahlussunnah adalah sebagaimana aqidah Rasulullah dan para sahabat. Aqidah Ahlussunnah wal Jama’ah bersifat tawasuth, yang artinya pertengahan. Ini dapat dibuktikan jika kita membandingkan dengan aqidah-aqidah yang lain. Misalkan aqidah Jabbariyah atau aqidah Qadariyah. 

Islam Ahlussunnah wal jama’ah berpendapat bahwa Allah memang memberi takdir bagi manusia. Akan tetapi, manusia memiliki kekuatan dalam menentukan nasibnya. Ahlussunnah wal jama’ah menempatkan nash diatas akal, dimana fungsi akal sebagai penguat pembenar bagi nash. Iman menurut ahlusunnah wal jama’ah adalah ikrar dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota badan. Nahdlatul Ulama mengajarkan dan mempertahankan Islam ahlusunnah wal jama’ah. 

 “Jangan mengamalkan ajaran agama islam dengan kaku. Ajaran agama islam harus diamalkan sesuai dengan keadaan yang ada tanpa meninggalkan nilai-nilai intinya.”

Nabi Muhammad adalah suri tauladan umat Islam di seluruh dunia. Begitu pula para sahabat. Kita harus meniru perbuatan mereka. Dalam meniru pola kehidupan Rasulullah tentu saja kita tidak boleh terlalu kaku. Misalnya, melarang menggunakan tasbih untuk berdzikir karena Rasulullah tidak pernah menggunakannya, dalam agama Islam kita diberi kemudahan. Hal-hal yang bersifat baru dan belum ada pada zaman Nabi, asalkan tidak menyimpang dari syara’ hukumnya boleh. Misalnya penggunaan kertas dan mesin cetak untuk mencetak Al Qur’an, menerjemahkan Al Qur’an dengan bahasa Indonesia dan bahasa yang lain. Semua itu belum terjadi pada zaman Nabi. 

 Meneladani Nabi dan para sahabat bisa dilakukan sesuai dengan perkembangan zaman. Misalnya, pada zaman Nabi orang berkendaraan dengan unta dan kuda, maka pada zaman sekarang berkendaraan motor dan mobil. Dengan demikian kita tidak melihat ajaran agama Islam itu sempit. Namun ajaran agama Islam dapat ditafsirkan sesuai keadaannya. 

Sumber : Buletin Aswaja

By Abd Umar
Dari zaman ulama naik unta hingga para kyai naik toyota, perdebatan seputar tradisi ziarah yang tetap ramai dibicarakan. Ziarah kubur merupakan salah satu perbuatan yang mengalami perubahan (nasikh-mansukh). Pada zaman awal Islam, Rasulullah melarang melakukan praktik ini, tapi kemudian larangan tersebut mansukh (diubah) menjadi suatu perbuatan yang diperbolehkan untuk dilakukan. 

Hal ini dimaksudkan untuk menjaga aqidah umat Islam, dulu beliau (Nabi) khawatir kalau ziarah kubur diperbolehkan, umat Islam akan menjadi penyembah kuburan. Setelah akidah umat Islam kuat dan tidak ada kekhawatian untuk berbuat syirik, Rasulullah membolehkan para sahabatnya untuk melakukan ziarah kubur. Karena ziarah kubur dapat membantu umat Islam untuk mengingat saat kematiannya.

 “Dahulu saya melarang kalian berziarah kubur, namun kini berziarahlah kalian!. Dalam riwayat lain; ‘(Maka siapa yang ingin berziarah ke kubur, hendaknya berziarah), karena sesungguhnya (ziarah kubur) itu mengingat kan kalian kepada akhirat”. (HR.Muslim)

Dengan adanya hadits ini maka ziarah kubur itu hukumnya boleh bagi laki-laki dan perempuan.Walau telah dijelaskan dengan detail, masih saja ada kelompok yang menganggap bahwa berziarah kubur merupakan perbuatan syirik dan bagi yang melaksanakannya dihukumi kafir, sungguh sebuah justifikasi yang terlalu gegabah. Tidak bisa dibantah bahwa ada kelompok yang selalu menyatakan orang lain kafir, kalau tidak sama dengan dia. Oleh sebab itu, kelompok takfiri ini berbahaya, karena selalu memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. 

Meskipun kelompok takfiri menganggap bahwa ziarah adalah ritual bid’ah dan mengandung kesyirikan, namun hal itu tidaklah diambil pusing bagi para pecinta ziarah para wali. Begitu banyak para peziarah peziarah ke makan-makam para wali setiap harinya hingga tidak bisa lagi di hitung berapa jumlah para peziarah setiap harinya. Itu mencerminkan bahwa ziarah memang wahana yang tepat mendekatkan diri kepada Allah SWT. 

Terhadap permasalahan ziarah kubur ini, Rasulullah memberikan pedoman bagi umatnya yang hidup di akhir zaman agar mengikuti Sawadul A’zham (jamaah kaum muslimin dan ulama yang terbanyak), karena kesepakatan golongan terbanyak (makruf) ini mendekati ijma’, sehingga kemungkinan terjadinya kekeliruan sangatlah kecil. 

Hal itu sesuai dengan Sabda Rasulullah, "Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan. Oleh karena itu, apabila kalian melihat terjadi perselisihan maka ikutilah kelompok mayoritas atau Sawadul A'zham”. 

Dari sini, paling tidak pandangan yang menganggap syirik serta sesat bagi para pecinta ziarah baik para wali maupun sanak keluarga bisa terpatahkan. Perilaku ziarah kubur juga dilakukan oleh Rasulullah, hal ini dilakukan setelah Malaikat Jibril menemui Rasulullah seraya berkata: 

Artinya: Tuhanmu memerintahkanmu agar mendatangi ahli kubur baqi’ agar engkau memintakan ampunan buat mereka. (HR Muslim) 

Bahkan legalitas melaksanakan ziarah kubur ini telah disepakati oleh seluruh mazhab umat Islam. 

 

Artinya: Ziarah kubur diperbolehkan oleh seluruh mazhab umat Islam. (KH Ali Maksum Krapyak, Hujjah Ahlussunnah Wal Jama’ah, hal. 53). 

Maka dapat disimpulkan bahwa praktik ziarah kubur merupakan salah satu ajaran agama Islam yang secara tegas dianjurkan oleh syariat. Dan sebaiknya seseorang pada saat melaksanakan ziarah kubur agar senantiasa menjaga adab-adab dalam berziarah kubur, agar ziarah kubur yang dilakukannya mendapatkan pahala dan kemanfaatan serta dilakukan dengan cara yang benar. 

Sumber : Buletin Aswaja Center

By Abd Umar
Ahlussunah wal Jama’ah (disingkat Aswaja) merupakan suatu istilah yang diperebutkan maknanya oleh berbagai firqah atau kelompok Islam. Hal itu karena Aswaja merupakan suatu kelompok yang benar dan akan masuk ke dalam surga. Hal ini dinyatakan dalam hadits Nabi yang berbunyi: 

 Rosululloh SAW bersabda: demi Tuhan yang menguasai jiwa Muhammad, sungguh umatku nanti akan pecah menjadi 73 golongan, satu golongan masuk surga dan yang 72 golongan akan masuk neraka, seorang sahabat bertanya, “Siapakah mereka yang masuk surga itu, ya Rosulalloh? “ Rosul menjawab “Mereka itu adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.“ (H.R. Imam Thobroni).

Sebagai muslim jangan sampai mengikuti kelompok seperti Hizbut Tahrir, Wahabbi, dan Ikhwanul Muslimin, yang juga mengaku sebagai pengikut Aswaja. 

Memang tidak mudah untuk membedakan antara aswaja yang sebenarnya dengan aswaja yang palsu. Kita bisa mengetahui kelompok mana yang bukan pengikut Aswaja, ketika mereka selalu membid’ahkan hingga mengkafirkan. Mereka tidak setuju dengan budaya baik yang ada, seperti tahlilan yasinan. Mereka juga tidak setuju dengan Negara Pancasila (NKRI) yang dinilainya bukan negara Islam. 

Hingga saat ini, istilah Ahlusunnah wal Jama’ah selalu diperebutkan. Ada 3 ajaran pokok ahlusunnah wal jama’ah yang perlu diingat yaitu aqidah, syariah dan tashawuf . Dalam hal aqidah, aswaja memiliki beberapa pokok ajaran, di antaranya sebagai berikut; 

a. Aswaja tidak mudah mengkafirkan orang lain. 

b. Aswaja berpendapat bahwa orang yang beriman kelak di surga bisa melihat Allah jika Allah mengijinkan. 

 c. Aswaja berkeyakinan bahwa Al Qur’an itu adalah firman Allah dan bukan makhluk. d. Aswaja menganggap bahwa Allah memiliki sifat. 

e. Aswaja memahami keadilan Allah adalah Allah menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya. 

Dalam Syari’ah atau fiqih yang Aswaja mengakui kebenaran empat madzhab, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi, dan Hambali. Dan bagi orang yang belum memiliki kemampuan untuk berijtihad, maka ia harus mengikuti kepada salah satu dari keempat madzhab di atas. 

Dalam hal tashawuf, ada tiga golongan besar. Pertama, golongan yang tidak sepakat terhadap tashawuf dan hanya berpegang kepada syariat/fiqih. Di antara tokoh-tokoh golongan ini adalah Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qayyim, dan lain sebagainya. Golongan kedua adalah para tashawuf yang terlalu berlebihan bahkan meninggalkan syari’at. Mereka tidak lagi shalat dan puasa. Bagi mereka jika seseorang hatinya baik, maka tidak perlu lagi melakukan ibadah-ibadah seperti shalat, puasa, haji, dan sebagainya. Golongan ketiga menerima tashawuf tetapi juga tidak meninggalkan syariat. Tokoh-tokoh golongan ini adalah Syekh Junad al-Baghdadi, Al-Ghazali, Syekh Abdul Qadir al-Jailani, dan sebagainya. Nahdlatul Ulama berada pada golongan ketiga ini. Nahdlatul Ulama menerima tashawuf tetapi juga tidak meninggalkan syariat.

Sumber : Buletin Aswaja Center

By Abd Umar

Ahlussunnah Wal Jamā’ah (Aswaja) adalah golongan yang menjadikan hadis Jibrīl yang diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahīh-nya, bahwa pilar agama itu ada tiga yaitu: Iman,Islam dan Ihsān. 

Pembagian ilmu ada tiga yaitu: aqidah, fiqih dan suluk. Setiap imam Aswaja telah melaksanakan tugas sesuai bakat yang Allah berikan.  

Ahlussunnah Wal Jamā’ah bukan hanya memahami Al-Qur’an dan Sunnah saja, tapi mereka juga menekankan pentingnya memahami realitas kehidupan 

Cara berfikir Islam Ahlussunnah Wal Jamā’ah membedakan antara teks wahyu (Al-Qur’an dan Sunnah), penafsiran dan penerapannya. Aswaja berupaya memastikan kecocokan sebab hukum pada kejadian (tahqīq manāth) dan memahami sebab hukum (takhrīj manāth). Aswaja menjelaskan dan memahammi teks wahyu dengan sangat baik, mereka menafsirkannya, menjabarkan yang global (mujmal), kemudian menerapkannya dalam kehidupan dunia ini, sehingga mereka memakmurkan bumi sesuai dengan ajaran Islam. 

Ahlussunnah Wal  Jamā’ah  (Aswaja) memahami teks wahyu dan memahami realitas, Aswaja juga menambahkan unsur penting, yaitu tata cara menerapkan teks wahyu yang pasti benar kepada realitas kehidupan.  

Inilah yang tidak dimiliki oleh kelompok radikal. Mereka tidak memahami teks wahyu.  Mereka tidak memahami realitas kehidupan.  Mereka juga tidak memiliki metode dalam menerapkan teks wahyu pada tataran realitas.  Oleh karena itu mereka sesat dan menyesatkan.

Ciri-ciri Ahlussunnah Wal Jamā’ah

  1. Tidak mengkafirkan siapapun, kecuali orang yang mengakui bahwa ia telah keluar dari Islam, juga orang yang keluar dari barisan umat Islam
  2. Tidak pernah menggiring manusia untuk mencari kekuasaan, menumpahkan darah, dan tidak pula mengikuti syahwat birahi (yang haram)  
  3. Aswaja menerima perbedaan dan menjelaskan dalil-dalil setiap permasalahan, serta menerima kemajemukan dan keragaman dalam aqidah, atau fiqih, atau tasawuf  
  4. Aswaja menyerukan pada kebajikan, dan melarang kemungkaran.   Mereka juga waspada dalam menjalankan agama, mereka tidak pernah menjadikan kekerasan sebagai jalan  
  5. Aswaja memahami syariat 
  6. Aswaja tidak memungkiri peran akal, bahkan mereka mampu mensinergikan akal dan teks wahyu
  7. Aswaja memperhatikan dengan cermat 4 faktor perubahan, yaitu:  waktu, tempat, individu dan keadaan

Rasulullah juga bersabda:  “Barangsiapa yang keluar dari barisan umatku, menikam (membunuh) orang saleh dan orang jahatnya, ia tidak peduli pada orang mukmin, juga tidak menghormati orang yang melakukan perjanjian damai (ahlu dzimmah),  sungguh dia bukanlah bagian dari saya, dan saya bukanlah bagian dari dia.” 

Sumber: Buletin Aswaja Center

MKRdezign

Contact Form

Name

Email *

Message *

Powered by Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget